Mengenal Sejarah Tradisi Baritan Mirit Kebumen
Mengenal Sejarah Tradisi Baritan Mirit Kebumen
KEBUMEN – Baritan merupakan suatu bentuk selamatan kemakmuran ternak asli Mirit Kabupaten Kebumen. Tradisi ini tidak dijumpai di daerah lainnya di pulau Jawa. Baritan menjadi festival tahunan yang diadakan pada saat panen/pendistribusian sapi hasil pembesaran yakni antara bulan Juli – September.
Awalnya tradisi ini hanya diadakan di desa percontohan peternakan sapi sistematis, akan tetapi kemudian menjadi agenda tradisi di seluruh wilayah di Kabupaten Kebumen dan Karanganyar.
Baritan dilaksanakan selama tiga hari. Pada hari pertama dilaksanakan selamatan yang diikuti oleh perangkat desa dan para penggembala/bocah angon serta rekan – rekan mereka dari desa lain.
Hari kedua adalah selamatan berupa permohonan doa untuk perlindungan dan kesejahteraan ternak. Selamatan ini diikuti oleh seluruh warga. Setelah selesai acara doa, para petani dan tokoh desa pulang. Para pemuda dan anak – anak menyiapkan gamelan dan Beksa serta Umbul – umbul yang dipusatkan di satu tempat dimana hari ketiganya dilanjutkan dengan acara festival ternak Baritan.
Pada tahun 1914, Bupati Kebumen memberi kesempatan untuk mengadakan festifal Baritan terpisah di beberapa desa antara lain di Ambal dan Buluspesantren. Baritan semakin berkembang lebih dari 40 desa dengan 12 tempat festival besar Baritan.
Festival ini menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Meski demikian seluruh lapisan masyarakat sangat antusias dan menganggap Baritan sebagai sebuah tradisi selamatan yang mendatangkan keberuntungan serta mendatangkan banyak orang.
Pada Puncak kegiatan Festival Baritan diadakan pameran ternak sapi unggulan serta sapi Perah, terkadang sapi – sapi tersebut dihias pula. Bagi sapi yang terpilih menjadi juara, diberi hadiah.
Arena festival Baritan sangat semarak dengan Umbul – umbul/Spanduk, Rumah Panggung dll. Dengan tradisi ini dorongan semangat untuk maju dan meningkatkan produktifitas ternak di Kebumen pun semakin besar.
Festival Baritan akbar pertama diikuti lebih dari 10.000 pribumi, penduduk Eropa di Kebumen, Kaum Ningrat dan priyayi. Tampak pula Mr. Cochius sebagai Ketua Asosiasi Ternak, Administrator Gula Prembun, jurnalis, sebagian anggota dewan serikat peternakan, Dokter Hewan Soetomo dari Karanganyar (salah satu lulusan pertama sekolah kedokteran hewan Buitenzorg/Bogor) dan dua mantri hewan profesional.
Sayang, Baritan sebagai tradisi selamatan kemakmuran ternak asli Mirit yang kemudian menjadi budaya Festival akbar tahunan khas Kebumen tersebut kini mulai punah.
Peternakan di Kebumen
Sejak jaman Kolonial, Kabupaten Kebumen telah dikenal sebagai wilayah yang sangat makmur dan memiliki jumlah penduduk terpadat. Dibidang peternakan mengalami kemajuan terpesat yang merata di semua wilayah Kabupaten Kebumen dan Karanganyar.
Sapi Ras Bengaal/Benggala yang didatangkan (impor) sebelum tahun 1900 dapat dikembangbiakkan dengan baik. Bahkan atas usaha serius dari Burnaby Lautier (mantan Residen Bagelen). Setelah berkonsultasi dengan dokter hewan, sapi ras tersebut dapat dikembangbiakkan dan menghasilkan keturunan baru yang sangat berkualitas dari perkawinan dengan sapi Ras Jawa yang dikenal dengan nama sapi Ras Benggala Jawa.
Ras tersebut kemudian menjadi bibit yang populer untuk peternakan sapi di Ketawang (Kutoarjo) dan Mirit (Kebumen) dalam kurun waktu hingga 12 tahun. Jenis sapi ini terkenal akan kwalitas dagingnya yang padat seperti sapi Jawa dan volumenya lebih banyak karena sapi tersebut besarnya seperti Benggala sehingga sangat menguntungkan.
Bahkan seorang pejabat pemerintah (Eropa asli) mencatat bahwa pada tahun 1906 sapi Benggala Jawa menjadi kebanggaan hingga tahun 1913 dengan distribusi bibit dalam jumlah besar hingga ke Madras di Cilacap. Tidak hanya itu, sapi Benggala Jawa juga sempat menjadi komoditas ekspor ke “British India” hingga tahun 1917.
Selanjutnya diadakan suatu gerakan pemulihan ras Benggala di pulau Sumba yang memiliki rumput dan iklim khas. Pada tahun 1917 pulalah sapi Benggala mulai diimpor kembali. Impor tersebut melalui Cilacap di bawah pengawasan pengawasan langsung dari Bupati Kebumen dan Karanganyar.
Sapi ras Benggala Pemulihan dalam jumlah besar diperkenalkan oleh Schippers seorang Kontroler Ambarawa di Salatiga. Namun demikian, kegiatan ini tidak sukses di wilayah Bagelen yang dikenal memiliki dua jenis sapi unggulan asli Jawa yang sangat populer.
Sapi unggulan tersebut tersebar di wilayah Mirit hingga Ambal. Tidak heran jika kemudian Mirit, Ambal dan Buluspesantren memegang peranan penting dalam kegiatan pendistribusiannya.
Pada tahun 1906 didirikan peternakan sapi sistematis percontohan di Mirit yang difokuskan pada pembesaran dan pendistribusian yang disebut “Mirit Banteng”. Mulai tahun 1914 di wilayah ini dibudidayakan dua sapi ras unggulan Jawa yakni sapi dengan warna putih dan putih abu – abu.
Pada tahun 1916 Mr. Westenenk (Residen Benkoelen/Bengkulu) saudara dari Administrator gula Purworejo berkunjung ke Mirit. Ia sangat tertarik dan kemudian membeli 100 ekor Sapi Jawa unggulan tersebut untuk perbaikan ternak di Benkoelen.
Dalam perkembangannya sapi ras unggulan Jawa ini menyebar hingga ke pegunungan Karangbolong, sedangkan ke timur hingga ke daerah Yogyakarta (perbatasan Bagawanta). Persebaran ini tidak lepas dari pengaruh kekhasan khas yang hanya dimiliki daerah Urut Sewu (K24/*).
Oleh: Ananda. R
Kebumen, Minggu Pon 19 Mei 2013
Sumber: E. Schmulling dalam majalah “INDIE” 24 April 1918.