Literasi Sebagai Bekal Hidup Butuh Internalisasi
Literasi Sebagai Bekal Hidup Butuh Internalisasi
Bali – Budaya literasi harus dimunculkan dari membaca, akan tetapi untuk dapat menyerap ilmu yang terkandung di dalamnya harus ada proses internalisasi.
Demikian disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa saat memberikan sambutan pada kegiatan Bincang-Bincang Duta Baca Indonesia dengan tema Gerakan Indonesia Membaca “Membaca itu Sehat, Menulis itu Hebat” yang digelar oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) dan Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Buleleng secara hibrida, Kamis (25/4/2024).
“Literasi tidak sekadar membaca dan selesai, prosesnya harus ada internalisasi dari apa yang dibaca ke dalam dirinya. Dengan internalisasi, seseorang akan mampu mengulas isi buku dan akan teringat sampai umur berapa pun,” ucapnya.
Dalam hal ini, Gede mengajak seluruh peserta yang hadir untuk sadar literasi dengan membaca dan menjadikan ilmu yang terkandung di dalamnya sebagai bekal hidup di kemudian hari.
“Saya yakin dengan literasi dan budaya baca, kita akan eksis menghadapi kehidupan yang akan datang, eksis menghadapi tantangan global, dan eksis dalam menghadapi situasi apapun untuk menjaga negara kita tercinta,” ungkapnya.
Sebagai informasi, hasil Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) yang dilakukan Perpusnas menunjukkan bahwa Kabupaten Buleleng pada tahun 2022 hanya mencapai 47,43 (rendah) dan pada tahun 2023 mengalami peningkatan dengan nilai 65,00 (sedang).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpusnas, Nurhadisaputra mengapresiasi Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng karena telah memfasilitasi masyarakatnya dengan sangat baik terkait urusan literasi.
“Peningkatan budaya literasi, kreativitas, dan inovasi adalah sasaran strategis dalam pemajuan dan pelestarian kebudayaan untuk memperkuat karakter, memperteguh jati diri bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, serta memantapkan peran dan posisi Indonesia dalam memengaruhi arah perkembangan peradaban dunia,” jelasnya.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Hadi ini juga menekankan penguatan literasi merupakan sesuatu yang fundamental dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia yang maju, beradab dan sejahtera. Untuk itu, literasi harus selalu ditumbuhkan di lingkungan keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
“Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tugas kita bersama. Semua pihak harus mampu mengambil peran dan memberikan kontribusi nyata untuk dapat mewujudkan cita-cita kita bersama yaitu Bangsa Indonesia yang maju, unggul, berdaya dan sejahtera,” tekannya.
Kegiatan ini juga menghadirkan sesi diskusi yang dipandu oleh Duta Baca Indonesia (DBI), Gol A Gong dengan narasumber Pegiat Literasi, Kadek Sonia Piscayanti, Penulis, dr. Putu Arya Nugraha, Sp.PD FINASIM, dan Duta Baca Kabuparen Buleleng, dr. Putu Sukedana.
Melalui kutipan seorang filsuf, The Limit of Your Language is the Limit of Your World yang mengandung arti keterbatasan bahasamu adalah keterbatasan duniamu. Kadek menerangkan jika ada keterbatasan di dalam mengetahui sesuatu, maka terbatas pula kesempatan yang dimiliki untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.
“Di sinilah peran literasi dalam dunia pendidikan. Saya merasa literasi saat ini bukan hanya skill atau ability to read but ability to participate fully in the society. Artinya bagaimana kita bisa berkontribusi dan berpartisipasi menyumbangkan sesuatu kepada masyarakat not in the form of the money but in the form of knowledge. Karena apa yang tidak akan pernah habis terbagi adalah pengetahuan yang ketika dibagikan akan berlipat-lipat ganda bahkan beribu-ribu kali lipat lebih banyak dari yang diberikan,” terangnya.
Sementara itu, penulis yang juga merupakan seorang dokter spesialis penyakit dalam, Arya memberikan tips untuk mulai menulis kepada para peserta. Menurutnya, seorang penulis adalah pembaca.
“Jadi kalau kita menulis itu sebetulnya tidak harus pintar dulu baru menulis, tetapi justru dengan menulis kita menjadi pintar. Kenapa? Karena untuk menulis harus membaca dulu, kita enggak bakal bisa menulis kalau enggak membaca,” katanya.
Dia menambahkan bahwa aktivitas menulis juga dapat membuat seseorang untuk belajar mengamati, tidak hanya melihat.
“Seorang penulis adalah seorang pengamat. Seorang pengamat membuat kita empati. Oleh karena itu, saya mendirikan sebuah yayasan bernama Yayasan SeSama untuk menolong orang kurang mampu di Buleleng,” ujar Arya.
Sebagai Duta Baca Kabupaten Buleleng sekaligus dokter, Sukedana membagikan awal kisahnya dalam meraih mimpi melalui literasi. Dia merupakan anak dari pemetik kelapa yang menganggap menulis adalah sebuah aktivitas yang menyenangkan.
“Kalau ditanya gimana awalnya menulis, jawabannya karena saya miskin, motivasi menulis saya adalah uang. Pertama kali menulis, saya dibayar 50.000 rupiah dengan waktu yang dibutuhkan hanya 15 menit. Semenjak itu saya ketagihan untuk menulis dan akhirnya bisa sampai tamat di sekolah kedokteran salah satunya karena menulis juga,” kisahnya.
Selain itu, Sukedana juga bermimpi untuk bisa membuka pojok baca setiap kali mengadakan pengobatan gratis.
“Saya ini suka jalan-jalan dan juga suka baksos untuk memberikan pengobatan gratis. Tapi kalau baksos saja, masih ada sesuatu yang hampa di hati saya. Jadi saya bermimpi untuk mengadakan baksos yang juga ada pojok baca di sana,” pungkasnya.
Selain sesi diskusi, kegiatan Bincang-Bincang Duta Baca Indonesia ini juga dirangkaikan dengan Pengukuhan Bunda Literasi, Duta Baca, dan Bunda Literasi se-Kabupaten Buleleng, serta ditutup dengan sesi pelatihan kepenulisan yang diikuti oleh 20 peserta.
Reporter: Basma Sartika (perpusnas)